TIMES BUTON, JAKARTA – Israel kembali melancarkan serangan udara ke Jalur Gaza pada Rabu (29/10/2025) dini hari, menewaskan sedikitnya dua orang, hanya beberapa jam setelah serangan besar semalam yang menewaskan 104 warga Palestina, termasuk puluhan anak-anak dan perempuan. Serangan ini menjadi ujian paling berat bagi gencatan senjata yang difasilitasi Amerika Serikat.
Militer Israel mengklaim bahwa serangan itu menargetkan infrastruktur militer di Beit Lahia, Gaza utara, yang disebut sebagai tempat penyimpanan senjata untuk serangan mendatang. Rumah Sakit Al-Shifa di Gaza City melaporkan menerima dua jenazah dari lokasi tersebut.
Sehari sebelumnya, serangan udara intensif menghantam beberapa kawasan padat penduduk dan menewaskan sedikitnya 46 anak serta 20 perempuan. Gaza’s Civil Defence menyebut 200 orang lainnya luka-luka akibat serangan yang terjadi hanya beberapa jam setelah Donald Trump menegaskan bahwa “tidak ada yang boleh mengancam perjanjian gencatan senjata”.
“Mereka membakar anak-anak saat sedang tidur,” ujar Haneen Mteir, warga Gaza yang kehilangan saudara dan keponakannya, dikutip dari Associated Press.
Militer Israel merilis infografis yang menyebut 25 “teroris” tewas dalam 24 jam terakhir, namun tidak menjelaskan identitas 79 korban lainnya yang gugur.
Klaim Israel dan Tudingan Pelanggaran Gencatan Senjata
Dalam pernyataan resminya, militer Israel menegaskan tetap mematuhi gencatan senjata, namun akan “merespons tegas setiap pelanggaran”. Sementara juru bicara Kementerian Luar Negeri Israel, Oren Marmorstein, menuding Hamas bertanggung jawab atas meningkatnya korban sipil, dengan alasan kelompok itu menggunakan warga sebagai tameng manusia.
Hamas membantah tudingan tersebut. Melalui pernyataan resmi, kelompok itu menegaskan masih berkomitmen pada kesepakatan gencatan senjata dan menyebut Israel “berupaya menggagalkan perjanjian dengan kekerasan”.
Dr. Mohammed al-Mughir dari lembaga pertahanan sipil Gaza menyebut salah satu lokasi yang dibom adalah kamp pasien kanker Insan. Selain itu, seorang jurnalis, Mohammed al-Munirawi dari Palestine Newspaper, juga dilaporkan tewas. Total jurnalis yang terbunuh di Gaza sejak perang dua tahun lalu kini mencapai 256 orang.
Trump: Israel “Boleh Membalas”
Presiden Amerika Serikat Donald Trump, dalam pernyataan di pesawat kepresidenan Air Force One, mengatakan bahwa gencatan senjata tidak akan dibatalkan, namun Israel berhak “membalas jika tentaranya diserang.”
“Mereka membunuh seorang tentara Israel. Jadi Israel membalas, dan memang seharusnya begitu,” kata Trump.
Sementara itu, Wakil Presiden JD Vance menyebut gencatan senjata “masih berlaku meski ada baku tembak kecil.”
Namun, serangan besar pada Selasa malam telah memperlihatkan betapa rapuhnya perjanjian tersebut. Sebelum serangan itu, kantor media Gaza menuduh Israel telah melakukan 80 pelanggaran sejak awal gencatan, menewaskan 97 warga dan melukai 230 orang.
Dinamika Diplomatik dan Krisis Kemanusiaan
Perdana Menteri Qatar, Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani, mengatakan pihaknya tengah melakukan upaya diplomatik intensif untuk menjaga agar gencatan senjata tidak runtuh. “Kedua pihak tahu bahwa kesepakatan ini harus dijaga,” ujarnya.
Mahmoud Bassal, juru bicara pertahanan sipil Gaza, menyebut situasi di lapangan “katastrofik dan menakutkan”.
“Serangan Israel menargetkan tenda pengungsi, rumah-rumah, bahkan area di sekitar rumah sakit,” katanya kepada AFP.
Kemarahan publik Israel pun meningkat. Dua menteri sayap kanan, Itamar Ben-Gvir dan Bezalel Smotrich, mendesak Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk mengakhiri gencatan senjata dan melanjutkan perang besar-besaran.
Tukar Jenazah dan Ketegangan Politik
Sesuai kesepakatan gencatan senjata yang berlaku sejak 10 Oktober 2025, Hamas diwajibkan menyerahkan seluruh jenazah sandera Israel, dengan imbalan 15 jenazah warga Palestina untuk setiap sandera. Hingga kini Hamas telah menyerahkan 15 jenazah, sementara 13 lainnya masih berada di wilayah Gaza.
Hamas mengaku kehilangan kontak dengan beberapa unit yang memegang tawanan karena serangan udara Israel.
Trump sendiri mengakui bahwa sebagian jenazah sulit dijangkau, tetapi menuding Hamas menunda penyerahan “tanpa alasan jelas.”
Israel menegaskan bahwa pelucutan senjata Hamas tetap menjadi syarat utama untuk mengakhiri perang dua tahun ini.
“Jika pendudukan berakhir, senjata akan diserahkan kepada negara,” kata Khalil al-Hayya, kepala negosiator Hamas. Namun, belum jelas apakah yang dimaksud adalah otoritas pemerintahan Palestina yang baru atau entitas lain yang akan mengelola Gaza pascaperang.(*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Israel Gempur Gaza Lagi, 104 Warga Palestina Tewas di Tengah Gencatan Senjata Rawan Runtuh
| Pewarta | : Widodo Irianto | 
| Editor | : Imadudin Muhammad | 
 Berita
 Berita 
       
             
             
             
             
             
             
             
             
             
             
                 
                 
                 
                 
                 
             
             
             
             
             
             
             
             
             
             
               TIMES Buton
            TIMES Buton